Langsung ke konten utama

ARGUMEN KETUHANAN ARGUMEN ONTOLOGIS DAN ARGUMEN KOSMOLOGIS (Telaah Buku Philosophy of Religion karya John H Hick)

 

source: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhCllAtk8c1QzoC2Jt9ZetTDRXrNtrKpVU_l5ZnwmnSAfUugToyDHLEANLZJ3WdWvOYTdjxfHQMu8qoHMlmYsXSNMQd7lpuLdl5Xw4iUrtnULSp4sVVRd21lH5oN0eJTAy5Ftx5-4flpg/s1600/meta1.jpg

A.    Argumen Ontologis

Argumen Ontologis yang terkenal dalam filsafat ialah argumen dari Anselm/Ancelmus seorang pemikir dan teolog yang juga pernah menjadi Uskup Agung. Anselmus membedakan antara sesuatu, x, yang ada di pikiran saja dan yang ada di dalam kenyataan. Jika wujud paling sempurna yang bisa dibayangkan hanya ada di dalam pikiran, maka kita harus memiliki kontradiksi tentang kemungkinan untuk membayangkan makhluk yang lebih sempurna, yaitu, makhluk yang sama yang ada dalam kenyataan dan juga di pikiran. Oleh karena itu, makhluk yang paling sempurna yang dapat dibayangkan harus ada dalam kenyataan dan juga dalam pikiran.

Rumusan Anselmus sendiri berasal atas potongan klasik dari penalaran filosofis yang ditemukan dalam bab kedua Proslogion. Dalam bab ketiganya Anselmus menyatakan argumen itu lagi, akan tetapi menggambarkan tidak hanya pentingnya tentang keberadaan Tuhan tetapi juga keberadaan-Nya yang diperlukan secara unik. Tuhan didefinisikan sedemikian rupa sehingga tidak mungkin untuk membayangkan bahwa Tuhan tidak ada. Inti dari gagasan wujud niscaya ini adalah keberadaan diri .

Karena Tuhan sebagai yang sempurna tanpa batas tidak dibatasi oleh waktu, kemungkinan argumen dari Tuhan yang pernah ada atau akan berhenti ada sama-sama dikecualikan dan Tuhan yang tidak ada menjadi tidak mungkin..

B.     Argumen Kosmologis dan Sebab Pertama

“Every thing that happen has a cause, and this cause inturn has a cause, and so on in a series that must either be infinte or have its starting point in a first cause… Aquinas excludes the possibility of an infite regress of causes and so concludes that there must be a First Cause, which we call God.”

 Argumen Aquinas di atas telah berjalan pada logika yang linier dan mudah dipahami. Di samping karena dekat dengan kejadian sehati hari. Bagi masyarakat awam, argumen ini mungkin akan efektif. Para filosof dan teolog Muslim pun sering mengemukakan argumen ini, dengan teori kebaharuan , teori penciptaan , dan teori gerak . Kedua ia mendasarkan argumennya pada teori kausalitas yang masih diperdebatkan, sebab – jika dalam Islam dikenal polemik antara Gazhaliy dan Ibnu Rusyd – ilmu pengetahuan kontemporer mengasusmsikan bahwa hukum kausalitas hanya berdasarkan statistik kemungkinan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasus Nissa Sabyan dan Destruksi Pola Pikir

Baru-baru ini ramai sekali perbincangan di media sosial maupun di gosip-gosip tetangga bahkan di tongkrongan kalangan mahasiswa sekalipun mengenai isu yang terjadi pada salah satu publik figur Indonesia, Nissa Sabyan. Beberapa teman saya, hampir seluruhnya dapat ditemui di status whatsapp maupun ketika sedang bertemu dan ngobrol tentangnya menyalahkan Nissa. Selain itu banyak sekali yang bertanya kepada saya terkait tanggapan mengenai kasus ini. Jujur saja saya tidak terlalu mengikuti kasus seperti ini yang menurut saya receh sekali untuk ditanggapi. Namun, saya melihat hujatan dari Netizen kepada Nissa terlalu berlebihan. Mengapa tidak? Hujatan dari netizen selalu berangkat dari background Nissa yang notabene terkenal religius (dalam tulisan ini kata religius; baca : Islami) karena sering tampil dengan gaya religi (berjilbab, senang bersholawat, dan lain sebagainya). Mungkin kasus seperti ini sudah sering terjadi di Indonesia dimana oknum yang sering tampil religius tetapi dianggap m...

Kebebasan, apakah ada? Pernahkah kita dengan sadar mempertanyakannya?

Terdapat jarak antara diri, kebebasan imajinatif dan kesadaran. Ilustrasi : gambar dari Ade Lyonna; keadaan memaksa tuk sadar namun selalu berpikir akan takdir. Dalam dunia perkuliahan khususnya yang menempuh studi filsafat takkan lepas dari yang namanya diskusi. Dalam diskusi kefilsafatan seringkali dipahami sebagai kebebasan berpikir dan penyampaian pendapat. Hal ini ditujukan agar terciptanya ruang diskusi. Namun, saya selalu bertanya terkait apa itu kebebasan, apakah kebebasan itu ada? atau hanya dalih untuk suatu kepentingan belaka? ideologi misalnya. Terkait dengan ideologi ada suatu faham ideologi yang sangat fanatik dengan kebebasan menurut saya yang pastinya sudah tak asing lagi di telinga kita, yakni liberalisme. Liberalisme menjunjung tinggi asas kebebasan, manusia bebas berbuat apa saja, hal ini berbanding terbalik dengan sosialisme yang menjunjung tinggi kesetaraan. Antara kebebasan dan kesetaraan selalu menjadi hal yang kontradiktif dan selalu menghasilkan perdebatan. Bah...

NKRI Harga Mati sebuah slogan yang menjadi ideologi : Analisis Kritis teori hegemoni Antonio Gramsci.

Kemenangan Joko Widodo atas Prabowo dalam pilpres 2019 menandakan kemenangan keduanya atas Prabowo dua kali berturut-turut di ajang pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Pesta Demokrasi di Indonesia sudah menjadi sebuah tradisi bagi bangsa Indonesia yang selalu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pilpres tahun 2019 adalah terakhir kali pesta demokrasi di Indonesia dilaksanakan. Dalam pesta demokrasi terdapat pertarungan para calon presiden dan calon wakil presiden yang berebut menuju kursi kekuasaan tertinggi di Indonesia. Selain pertarungan sang calon juga terdapat pertarungan ideologi di kedua belah pihak. Pada pilpres 2019 pertarungan Ideologi antara kubu Jokowi dengan slogan NKRI Harga Mati dengan kubu prabowo dengan slogan NKRI bersyariat menjadi sangat terlihat. Dengan kemenangan ini terlegitimasi sudah ideologi yang dibawa kubu Jokowi sebagai ideologi yang mutlak dengan kuatnya di segala lini pemerintahan. Slogan NKRI harga mati sudah menjadi sebuah ideologi. Pada awalnya sl...